Memetik Faedah Dari Kitab “Laa Taqrobuzzinaa”

Sungguh miris sekali melihat betapa mudahnya para remaja dan anak muda saat ini terjatuh dalam dosa zina akibat pergaulan bebas yang marak terjadi di zaman ini. Zina merupakan dosa besar yang hendaknya kita waspada terhadapnya. Para ulama terdahulu (salaf) telah mewanti-wanti tentang bahaya dari dosa ini. Sebagian dari mereka telah menuangkannya dalam sebuah karya dalam bentuk tulisan yang diantaranya adalah kitab “Laa Taqrobuzzinaa”, Jangan Dekati Zina, karya seorang ulama besar yakni Ibnu Qoyyim Al-Jauziah. Berikut beberapa faedah yang dapat kita peroleh dari kitab tersebut. Semoga Allah ta’ala menolong kita untuk mengamalkan ilmu yang kita dapat.

Bahaya Zina
Sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan oleh zina merupakan bahaya yang tergolong besar disamping juga bertentangan dengan aturan universal yang diperlakukan untuk menjaga kejelasan nasab (keturunan), menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara manusia. Maka pantas kiranya bahaya zina itu setingkat dibawah pembunuhan, seperti yang pernah dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah, “Aku tidak mengetahui sebuah dosa, setelah dosa membunuh jiwa, yang lebih besar dari dosa zina”. Allah ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon:68-70). Dalam ayat tersebut Allah ta’ala menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan hukumannya adalah kekal dalam azab yang berat yang dilipatgandakan, selama pelakunya tidak bertaubat.

Pada ayat lain Allah ta’ala juga berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa:32). Disini Allah ta’ala mengabarkan tentang kejinya zina, dengan kata “fahisyah” yang maknanya perbuatan keji atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi. Selain itu juga dijelaskan bahwa zina adalah seburuk-buruk jalan, karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran, dan kehinaan di dunia, serta siksaan dan azab yang pedih di akhirat. Allah ta’ala menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga kehormatan dan kemuliaan diri seperti dijelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman..., (yaitu) orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa..” (QS. Al-Mukminun:1-6)

Setiap perbuatan dosa selalu ada ujung pangkal atau pintu penyebabnya seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang kecil. Oleh karena itu, barangsiapa yang bisa menjaga empat hal, berarti dia telah menyelamatkan agamanya, yakni Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat (pikiran yang terlintas di benak), Al-Lafazhat (ungkapan yang diucapkan), Al-Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Dan hendaknya seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjaga dirinya dari empat hal tersebut, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya dan merusak kebaikan dirinya.

Al-Lahazhat (Pandangan Pertama)
Menjaga pandangan adalah pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barangsiapa yang melepas pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis, maka barangsiapa memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

Pandangan yang dilepaskan begitu saja akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang, dan hati yang merasa dipanas-panasi, bahkan hal ini akan dapat menyiksa diri sendiri. Suatu hal yang mengherankan bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Dan bahwa satu pandangan (yang diharamkan) itu dapat melukai hati dan dengan pandangan yang baru berarti dia telah menoreh luka baru diatas luka lama, dan banyak yang tidak menyadari hal ini sehingga derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali. Seperti dikatakan dalam sebuah syair, “Kau senantiasa mengikuti satu pandangan dengan pandangan lainnya untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan. Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat) mu, padahal dengan itu berarti kau menoreh luka diatas luka.” Oleh karena itu dikatakan, “Sesungguhnya menahan pandangan itu lebih mudah dari pada menahan langgengnya penyesalan”

Note Tambahan (pemilik blog):
Seseorang bertanya kepada Al-Junaid, “Hal apa yang dapat membantu seseorang dalam ghodul bashor (menundukkan pandangan)?” Al-Junaid pun menjawab, “Yang dapat membantumu dalam ghodul bashor adalah ilmu-mu (pengetahuanmu) bahwa Dzat yang memandangmu lebih dahulu memandangmu sebelum engkau memandang yang haram.” Logikanya jika seandainya ada orang yang mau mencuri tapi sebelum niat nya tersampaikan, sudah ada orang yang melihat orang tersebut, pasti dia batal atau tidak jadi mencuri. Demikian juga semestinya yang dilakukan seorang muslim bahwa ketika terlintas keinginan memandang yang haram maka hendaknya kita tanamkan keyakinan bahwa Allah yang Maha Melihat sedang melihat kita sebelum kita melihat apa yang kita inginkan daripada yang haram tersebut. Selain hal tersebut kita juga dapat mengkaji manfaat-manfaat yang didapat dengan menjaga pandangan, dan hal ini sangatlah banyak sekali.


Al-Khatharat (Pikiran yang melintas di benak)
Dari sinilah lahirnya keinginan untuk melakukan sesuatu yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya yang melintas di benaknya, maka hawa nafsunya lah yang berbalik menguasainya. Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang sehingga akhirnya ia akan menjadi angan-angan tanpa makna. “..Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. An-Nuur:39)

Orang yang paling jelek cita-citanya dan yang paling hina adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya dan diapun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang yang pailit dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong.

Sesungguhnya seluruh kemaslahatan itu tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja. Pertama, “Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.” Kedua, “Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebatilan.”

Waktu yang dimiliki manusia itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itu pula yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan ataupun dalam kesengsaraan. Waktu berlalu begitu cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya, walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong, maka tidak ada kebaikan sama sekali dalam perjalanan hidupnya.

Pikiran yang melintas itu laksana orang yang berada di suatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dusta, dan tipuannya. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik di dunia dan di akhirat nanti.

Note Tambahan (pemilik blog):
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Syaitan akan mendatangi salah seorang dari kalian lalu membisikkannya: Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu? Sampai kemudian ia akan membisikkan: Siapa yang menciptakan Allah? Jika dia sampai pada tingkatan itu maka hendaklah ia memohon kepada Allah dan berhenti (memutus dari pikiran tersebut).” (Muttafaq’alaih). Jika kita mengambil pelajaran dari hadits ini dalam kaitannya dengan mengendalikan pikiran-pikiran (buruk) yang terlintas di benak kita, maka hendaknya kita segera memotong pikiran buruk yang terlintas dibenak sesegera mungkin saat ia datang. Kemudian segeralah pula kita berlindung kepada Allah ta'ala dari hal-hal buruk tersebut.

(bersambung insyaAllah..)

Life Is A Style ?

(Diringkas dari tulisan Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri)
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan shahabatnya. Amiin.
Saudaraku, Anda pernah mendengar motto: “Life is a style?” Atau mungkin Anda termasuk yang terinspirasi oleh motto ini? Kalau Anda adalah orang Jawa, saya yakin Anda diajari motto: "ajining rogo soko busono" (harga diri tercermin dari pakaian)."

Saudaraku! Coba Anda bayangkan, apa perasaan Anda ketika sedang berpenampilan perlente, semerbak wangi, pakaian, sepatu, jam tangan, tas dan lain sebagainya serba bermerek, dengan harga selangit. Bahkan, tidak jarang dari saudara kita yang beranggapan bahwa agar penampilannya lebih sempurna, ia masih perlu untuk menyisipkan sebatang rokok putih di bibirnya. Kereen, waah, dan penuh percaya diri. Kira-kira begitulah perasaan yang bergemuruh dalam jiwa Anda kala itu. Bukankan demikian saudaraku? Sebaliknya: Bayangkan Anda sedang berpenampilan gembel, baju compang-camping, sandal jepit, berjalan di salah satu pusat belanja tersohor di kota Anda. Bagaimana perasaan Anda saat itu? Mungkinkah saat itu Anda bisa tampil dengan percaya diri dan tetap menegakkan kepala, apalagi membusungkan dada?

Saudaraku! Anda pernah berkunjung ke Cibaduyut-Bandung? Betapa banyak produk dalam negeri dengan mutu ekspor seret di pasaran dalam negeri. Program cinta produk dalam negeri senantiasa kandas, dan hanya sebatas isapan jempol sesaat, dan segera sirna. Sebaliknya, berbagai produk dalam negeri setelah diberi lebel oleh perusahaan asing, begitu laku di pasar, dan tentunya dengan harga yang berlipat ganda.

Saudaraku! Mari kita merenung sejenak, dan bertanya: Sejatinya, harga diri saya terletak di mana? Mungkinkah harga diri saya terletak pada pakaian, sepatu, jam, dan berbagai produk lainnya? Bila jawabannya tidak, lalu mengapa ketika berbelanja Anda memilih barang dengan merek-merek terkenal yang harganya selangit? Padahal banyak merek lain, produk dalam negeri, mutu yang sama dan tentunya dengan harga yang jauh lebih murah tidak masuk dalam nominasi daftar belanja Anda?

Saudaraku! Atau mungkinkah kepercayaan diri Anda terletak pada sepuntung rokok yang tidak lama lagi akan Anda injak dengan sepatu Anda? Betapa sengsaranya diri Anda bila Anda beranggapan bahwa harga diri dan kepercayaan Anda hanya tumbuh bila Anda melengkapi diri Anda dengan berbagai produk orang lain. Sehingga, bila pada suatu saat Anda tidak dilengkapi dengan berbagai aksesoris, Anda merasa kurang percaya diri atau bahkan rendah diri. Bahkan, kalaupun Anda dilengkapi dengan berbagai aksesoris mewah yang Anda miliki, maka Anda akan kembali merasakan rendah diri tatkala berhadapan dengan orang yang mengenakan aksesoris lebih wah dibanding yang Anda kenakan. Dan sudah barang tentu, bila harga diri Anda terletak pada aksesoris yang melekat pada diri Anda, maka tidak lama lagi harga diri Anda akan ketinggalan zaman alias expire date.

Ketahuilah saudaraku, sejatinya harga diri Anda terletak pada jiwa Anda. Harga diri Anda terpancar dari iman dan ketakwaan Anda kepada Allah. Bila Anda adalah orang yang berjiwa besar, benar memiliki harga diri, maka Anda tetap percaya diri, walau tidak dilengkapi oleh berbagai aksesoris mewah dan bermerek. Harga diri Anda terletak pada iman dan kedekatan Anda kepada Allah Ta'ala ."Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13).

Pada suatu hari, sahabat Umar bin Al-Khatthab menangis, karena menyaksikan punggung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bergaris-garis setelah berbaring di atas tikar daun kurma. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Raja Persia dan Romawi bergelimang dalam kemewahan, sedangkan engkau adalah utusan Allah demikian ini halnya.” Mendengar ucapan sahabatnya ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidakkah engkau merasa puas bila mereka mendapatkan kenikmatan dunia, sedangkan engkau mendapatkan kenikmatan di akhirat?" (Muttafaqun 'alaih). Jawaban ini begitu membekas pada jiwa sahabat Umar bin Al-Khaththab, sehingga beliau benar-benar menerapkannya dalam kehidupan. Sampaipun setelah beliau menjadi khalifah, dan berhasil menundukkan kerajaan Persia dan Romawi yang dahulu ia begitu kagum dengan kekayaannya, setelah umat Islam berhasil menguasai Baitul Maqdis, khalifah Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu datang ke sana guna menandatangani surat perjanjian dengan para pemuka penduduk setempat, sekaligus menerima kunci pintu Baitul Maqdis. Beliau datang dengan mengenakan sarung, sepatu kulit, dan imamah (kepemimpinan). Pada saat beliau hendak menyeberangi sebuah parit yang penuh dengan air mengalir, beliau turun dari unta dan tanpa rasa sungkan sedikitpun beliau menuntun tunggangannya tersebut. Melihat penampilan beliau yang demikian itu, sebagian pasukan muslimin yang ikut serta menjemput kehadiran beliau berkata, “Wahai Amirul Mukminin, engkau akan disambut oleh pasukan dan para pendeta Syam, sedang penampilanmu semacam ini?” Beliau menjawab, "Sesungguhnya, hanya dengan Islamlah Allah memuliakan kita, karenanya kita tidak akan mencari kemuliaan dengan jalan selainnya." Riwayat Ibnu Abi Syaibah.
Dan pada riwayat Al-Hakim berliau sahabat Umar berkata, "Sesungguhnya, kita dahulu adalah kaum paling hina, kemudian Allah memuliakan kita dengan agama Islam, maka setiap kali kita berusaha mencari kehormatan/ kemuliaan dengan selain agama Islam, pasti Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita."

Demikianlah halnya bila seseorang telah menemukan harga dirinya dalam jiwanya. Ia tidak merasa berkurang harga dirinya, karena kurangnya aksesoris yang melekat pada dirinya, dan ia juga tidak bertambah percaya diri karena berbagai aksesoris yang tersemat pada dirinya.Ia tidak menjadi gentar atau rendah diri walaupun penampilannya serba pas-pasan, sedangkan lawan bicaranya lengkap dengan berbagai aksesoris yang menyilaukan mata.

Sebaliknya! Walaupun berbagai aksesoris yang berkilau, indah nan mahal harganya telah melekat pada diri Anda, akan tetapi Anda jauh dari Allah, bergelimang dalam kemaksiatan, maka kehinaan akan melekat selalu di kening Anda. Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Sesungguhnya, mereka –para pelaku kemaksiatan dan dosa- walaupun menunggangi kuda yang gagah, dibuat melenggak-lenggok oleh keledai yang mereka tunggangi, akan tetapi kehinaan akibat amal kemaksiatan senantiasa melekat di hatinya. Allah tidak akan menimpakan kepada orang yang bermaksiat kepanya-Nya kecuali kehinaan."

Haramkah Anda Berpakaian Bagus?
Saudaraku! Mungkin Anda bertanya: bila demikian, apa itu artinya umat Islam harus berpenampilan kumuh, kusut, tidak rapi dan meninggalkan segala keindahan dunia? Tidak demikian saudaraku! Besarkan hati Anda, tidak perlu khawatir, anda tetap dibenarkan untuk mencicipi berbagai keindahan dunia. Dan bahkan sebaliknya, berbanggalah menjadi umat Islam, karena Allah Ta'ala menciptakan segala isi dunia tiada lain kecuali untuk kepentingan Anda. "Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik.’ Katakanlah, ‘Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari Kiamat.’ Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (QS. Al-A'raf : 32).

Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidak masuk Surga orang yang di hatinya terdapat sebesar debu dari kesombongan." Spontan salah seorang sahabat Nabi terkejut dan bertanya, “Sesungguhnya ada orang yang suka bila berpakaian bagus, dan mengenakan sendal yang bagus pula.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi pertanyan ini dengan bersabda, “Sesungguhnya Allah Mahaindah, mencintai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (Hadits riwayat Muslim). Pendek kata: Harga diri Anda hanya ada di dalam jiwa Anda. Bila Anda berjiwa besar karena dekat dengan Allah Yang Mahabesar dan Agung, sumber segala kebesaran, maka tanpa aksesoris yang macam-macampun Anda tetap percaya diri. Sebaliknya, bila jiwa Anda kerdil karena jauh dari Allah Yang Mahabesar dan Agung, maka apapun aksesoris yang Anda sematkan pada diri Anda, maka tidak akan dapat mengangkat derajat Anda. Percayalah saudaraku!

Di antara aplikasi nyata keyakinan ini Anda akan selalu membeli segala kebutuhan Anda tepat guna dengan harga yang tepat pula dan tidak pernah membeli produk hanya karena pertimbangan mereknya. Sebagaimana Anda tidak menjadi latah dengan tren yang sedang berkembang di masyarakat. Anda tetap percaya diri walaupun aksesoris yang Anda kenakan telah expire date, karena Anda percaya bahwa harga diri Anda terletak pada iman dan takwa Anda yang tidak pernah kadaluwarsa.

Akhirnya, saya mohon maaf bila ada kata-kata saya yang kurang berkenan, semoga Allah Ta'ala melimpahkan kemurahan-Nya kepada kita semua, sehingga kita menjadi hamba-Nya yang besar karena besarnya iman yang melekat di dada. Wallahu a'alam bisshawab.

Artikel www.pengusahamuslim.com

Mencermati Ketaatan Para Sahabat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya (tabi’ut tabi’in)”. (HR. Bukhari-Muslim). Sesungguhnya para sahabat radhiyallahu ajma’in telah ditaqdirkan Allah Ta’ala menjadi cermin manusia terbaik dalam hal ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Cermin manusia terbaik dalam hal cara memahami dan mengamalkan Islam. Maka menjadi hal yang sangat penting bagi kita untuk menelaah dan meneladani perihidup para sahabat nabi dalam menjalankan agama yang mulia ini. Imam Malik rahimahullah berkata, “Tidak akan baik akhir dari umat ini kecuali kembali berdasarkan perbaikan yang dilakukan oleh generasi pertama”. Oleh sebab itu, dalam bahasan kali ini marilah kita mencoba mencermati sebagian kecil dari sikap para sahabat nabi terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan jilbab kedadanya..” (QS. An-Nuur:31). Ayat tersebut menjelaskan tentang perintah untuk menutup aurat bagi wanita muslimah. Tentang ayat tersebut, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menggambarkan saat-saat setelah turunnya ayat perintah menutup aurat yang pertama, yaitu Surat An-Nuur ayat 31: “Bahwasannya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Ketika turun ayat ‘..dan hendaklah mereka menutupkan “khumur” –jilbab- nya ke dada mereka..’ maka para wanita segera mengambil kain sarung, kemudian merobek sisinya dan memakainya sebagai jilbab.” (HR. Bukhari)

Lihatlah semangat yang ada dalam diri wanita muslimah kala itu untuk tunduk dan patuh kepada apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Para wanita muslimah yang mendengarkan perintah tersebut dimana saja mereka berada segera melaksanakan perintah menutup hijab tanpa berpikir panjang dan bertanya tentang alasannya, bahkan disebutkan pula bahwa sampai-sampai mereka tidak tahu apabila sedang berjalan ke depan atau belakang. Mereka tidak punya waktu untuk memodifikasinya karena memang hal tersebut adalah langsung dari Allah. Tidak ada diantara wanita muslimah tersebut yang mengatakan tidak siap seperti yang sering menjadi alasan wanita pada zaman sekarang.

Marilah kita perhatikan kisah kedua berikut, ketika turun ayat tentang pengharaman khamr. Disebutkan dalam sebuah hadits, “Anas bin Malik ra berkata: Aku sedang memberi minum para tamu di rumah AbuThalhah, pada hari khamr diharamkan. Minuman mereka hanyalah arak yang terbuat dari buah kurma. Tiba-tiba terdengar seorang penyeru menyerukan sesuatu. Abu Thalhah berkata: Keluar dan lihatlah! Aku pun keluar.Ternyata seorang penyeru sedang mengumumkan: Ketahuilah bahwa khamr telah diharamkan. Arak mengalir di jalan-jalan Madinah. Abu Thalhah berkata kepadaku: Keluarlah dan tumpahkan arak itu! Lalu aku menumpahkannya (membuangnya). Orang-orang berkata: Si fulan terbunuh. Si fulan terbunuh. Padahal arak ada dalam perutnya. (Perawi hadis berkata: Aku tidak tahu (apakah itu juga termasuk hadis Anas). Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena makanan yang telah mereka makan dahulu, asal mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. (Shahih Muslim No.3662). Pada awal kedatangan Islam, khamr masih belum diharamkan, sehingga siapapun dapat minum khamr tanpa ada dosa. Namun lihatlah bagaimana sikap para sahabat ketika turun Surah Al-Maidah ayat 90-91 yang menerangkan tentang pengharaman khamr secara total, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” Mereka para sahabat tidak hanya berhenti dari meminum khamr, namun juga menumpahkan khamr yang dimiliki ke jalanan sebagai tanda benci terhadap apa yang diharamkan Allah atas dirinya. Tidak terfikir dibenak mereka tentang berapa harga atau nilai khamr yang ditumpahkan dijalanan tersebut atau menimbang-nimbang kerugian yang didapat atas terbuangnya khamr tersebut. Yang ada dibenak mereka adalah adanya perintah berupa larangan untuk meminum khamr dari Allah Rabb semesta alam.
Dua penggalan kisah diatas merupakan sebagian kecil contoh dari sikap para sahabat terhadap perintah dari Allah dan Rasul-Nya baik berupa perintah untuk melakukan suatu hal maupun larangan untuk meninggalkan suatu hal. Kita bisa melihat bagaimana semangat mereka dalam mentaati perintah Allah. Tidak ada diantara mereka yang mempertanyakan, memperselisihkan, mempertimbangkan untung ruginya, terlebih lagi mendebat perintah Allah dan Rasul-Nya. Bahkan mereka menjalankan perintah yang datang tersebut segera setelah mendapat penjelasannya dengan mengerahkan segala upaya yang mereka miliki pada saat tersebut. Bandingkan hal ini dengan kebanyakan kita saat ini. Masih banyak sebagian dari kita yang menimbang-nimbang perintah, melihat untung rugi suatu perintah dan larangan, mengatakan belum mendapat hidayah, belum siap atau belum mampu, dan alasan-alasan lainnya. Bahkan karena terlalu menuhankan akal dan hawa nafsu ada diantara manusia yang mempertanyakan kembali dan meragukan perintah Allah dan Rasul-Nya yang sudah jelas. Wana’udzubillah.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (Qs Al-Anfaal:24)
Para sahabat radiallahu ajma’in dengan keyakinan yang tinggi melihat suatu perintah Allah adalah sebagai sumber dan jalan kebahagiaan. Berpaling dan membangkan perintah Allah adalah sebab utama dari kesengsaraan di dunia dan akhirat. Tidak ada sedikitpun keraguan mereka akan hal ini. Tidak ada diantara mereka yang mempertimbangkan perintah dan larangan Allah dan Raul-Nya dengan akal dan hawa nafsu. Karena mereka yakin bahwa agama dan wahyu itu tidak dibangun dengan akal manusia, tetapai berasal langsung dari Allah Dzat yang Maha Tinggi. “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An-Najm: 3-4). Sebagaimana dikatakan juga oleh sahabat Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, “Seandainya agama itu semata-mata menggunakan akal maka seharusnya yang diusap adalah bagian bawah sepatu ketimbang bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua sepatunya.” (HR. Abu Daud)
Dengan merenungkan hal tersebut, hendaklah kita melihat perintah yang telah shahih dan jelas berasal dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebab-sebab jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Setelah itu, bersegeralah untuk melaksanakannya. Karena pada dasarnya perintah tersebut berasal dari Allah Ta’ala, Dzat yang Maha Bijaksana, Dzat yang Maha Mengetahui, serta yang Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Ya Allah tolonglah kami untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan agar bisa memperbagus ibadah kepada-Mu. “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisaa’:69)

Kota Mangga_19/06/12_21:23

NASIHAT KECIL ORANG TUA PADA ANAKNYA

Jika adalah yang harus kau lakukan
Ialah menyampaikan Kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kautumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya rasul tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan ilahi
(Taufik Ismail)

Pesan Penyejuk - Ibnu Qoyyim

Dalam hati ada kekusutan yang tidak akan dapat terurai
kecuali dengan menghadapkannya kepada Allah

Dalam hati ada kebuasan yang tidak akan terjinakkan
kecuali dengan mengingat kebesaran-Nya

Dalam hati juga ada kesedihan yang tidak akan hilang
kecuali dengan mengingat banyak karunia-Nya

Dalam hati juga ada kerisauan yang tidak akan hilang
kecuali dengan perasaan bersama dengan-Nya dan kembali pada-Nya

Di dalamnya juga ada keinginan yang walaupun diberikan bumi dan seisinya
tidak akan pernah terpuaskan kecuali dengan cinta, pasrah, dan mengingat-Nya
terus menerus seiring dengan hembusan nafas

(Ibnu Qoyyim Al-Jauziah)

Ikhlas

Dari Amirul Mukminin Abi Hafsh Umar bin al-Khaththab ra. berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa berhijrah karena Allah dari Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dang siapa hijrahnya karena dunia yang ia cari atau wanita yang ia nikahi, maka ia akan mendapatkan apa yang dituju.” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadis : Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abdul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy An-Naisaburi, di dalam kedua kitabnya yang merupakan kitab hadis yang paling shahih)