Pages

Kamis, 28 Juni 2012

Memetik Faedah Dari Kitab “Laa Taqrobuzzinaa”

Sungguh miris sekali melihat betapa mudahnya para remaja dan anak muda saat ini terjatuh dalam dosa zina akibat pergaulan bebas yang marak terjadi di zaman ini. Zina merupakan dosa besar yang hendaknya kita waspada terhadapnya. Para ulama terdahulu (salaf) telah mewanti-wanti tentang bahaya dari dosa ini. Sebagian dari mereka telah menuangkannya dalam sebuah karya dalam bentuk tulisan yang diantaranya adalah kitab “Laa Taqrobuzzinaa”, Jangan Dekati Zina, karya seorang ulama besar yakni Ibnu Qoyyim Al-Jauziah. Berikut beberapa faedah yang dapat kita peroleh dari kitab tersebut. Semoga Allah ta’ala menolong kita untuk mengamalkan ilmu yang kita dapat.

Bahaya Zina
Sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan oleh zina merupakan bahaya yang tergolong besar disamping juga bertentangan dengan aturan universal yang diperlakukan untuk menjaga kejelasan nasab (keturunan), menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara manusia. Maka pantas kiranya bahaya zina itu setingkat dibawah pembunuhan, seperti yang pernah dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah, “Aku tidak mengetahui sebuah dosa, setelah dosa membunuh jiwa, yang lebih besar dari dosa zina”. Allah ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon:68-70). Dalam ayat tersebut Allah ta’ala menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan hukumannya adalah kekal dalam azab yang berat yang dilipatgandakan, selama pelakunya tidak bertaubat.

Pada ayat lain Allah ta’ala juga berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa:32). Disini Allah ta’ala mengabarkan tentang kejinya zina, dengan kata “fahisyah” yang maknanya perbuatan keji atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi. Selain itu juga dijelaskan bahwa zina adalah seburuk-buruk jalan, karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran, dan kehinaan di dunia, serta siksaan dan azab yang pedih di akhirat. Allah ta’ala menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga kehormatan dan kemuliaan diri seperti dijelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman..., (yaitu) orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa..” (QS. Al-Mukminun:1-6)

Setiap perbuatan dosa selalu ada ujung pangkal atau pintu penyebabnya seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang kecil. Oleh karena itu, barangsiapa yang bisa menjaga empat hal, berarti dia telah menyelamatkan agamanya, yakni Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat (pikiran yang terlintas di benak), Al-Lafazhat (ungkapan yang diucapkan), Al-Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Dan hendaknya seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjaga dirinya dari empat hal tersebut, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya dan merusak kebaikan dirinya.

Al-Lahazhat (Pandangan Pertama)
Menjaga pandangan adalah pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barangsiapa yang melepas pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis, maka barangsiapa memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

Pandangan yang dilepaskan begitu saja akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang, dan hati yang merasa dipanas-panasi, bahkan hal ini akan dapat menyiksa diri sendiri. Suatu hal yang mengherankan bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Dan bahwa satu pandangan (yang diharamkan) itu dapat melukai hati dan dengan pandangan yang baru berarti dia telah menoreh luka baru diatas luka lama, dan banyak yang tidak menyadari hal ini sehingga derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali. Seperti dikatakan dalam sebuah syair, “Kau senantiasa mengikuti satu pandangan dengan pandangan lainnya untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan. Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat) mu, padahal dengan itu berarti kau menoreh luka diatas luka.” Oleh karena itu dikatakan, “Sesungguhnya menahan pandangan itu lebih mudah dari pada menahan langgengnya penyesalan”

Note Tambahan (pemilik blog):
Seseorang bertanya kepada Al-Junaid, “Hal apa yang dapat membantu seseorang dalam ghodul bashor (menundukkan pandangan)?” Al-Junaid pun menjawab, “Yang dapat membantumu dalam ghodul bashor adalah ilmu-mu (pengetahuanmu) bahwa Dzat yang memandangmu lebih dahulu memandangmu sebelum engkau memandang yang haram.” Logikanya jika seandainya ada orang yang mau mencuri tapi sebelum niat nya tersampaikan, sudah ada orang yang melihat orang tersebut, pasti dia batal atau tidak jadi mencuri. Demikian juga semestinya yang dilakukan seorang muslim bahwa ketika terlintas keinginan memandang yang haram maka hendaknya kita tanamkan keyakinan bahwa Allah yang Maha Melihat sedang melihat kita sebelum kita melihat apa yang kita inginkan daripada yang haram tersebut. Selain hal tersebut kita juga dapat mengkaji manfaat-manfaat yang didapat dengan menjaga pandangan, dan hal ini sangatlah banyak sekali.


Al-Khatharat (Pikiran yang melintas di benak)
Dari sinilah lahirnya keinginan untuk melakukan sesuatu yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya yang melintas di benaknya, maka hawa nafsunya lah yang berbalik menguasainya. Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang sehingga akhirnya ia akan menjadi angan-angan tanpa makna. “..Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. An-Nuur:39)

Orang yang paling jelek cita-citanya dan yang paling hina adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya dan diapun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang yang pailit dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong.

Sesungguhnya seluruh kemaslahatan itu tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja. Pertama, “Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.” Kedua, “Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebatilan.”

Waktu yang dimiliki manusia itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itu pula yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan ataupun dalam kesengsaraan. Waktu berlalu begitu cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya, walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong, maka tidak ada kebaikan sama sekali dalam perjalanan hidupnya.

Pikiran yang melintas itu laksana orang yang berada di suatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dusta, dan tipuannya. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik di dunia dan di akhirat nanti.

Note Tambahan (pemilik blog):
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Syaitan akan mendatangi salah seorang dari kalian lalu membisikkannya: Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu? Sampai kemudian ia akan membisikkan: Siapa yang menciptakan Allah? Jika dia sampai pada tingkatan itu maka hendaklah ia memohon kepada Allah dan berhenti (memutus dari pikiran tersebut).” (Muttafaq’alaih). Jika kita mengambil pelajaran dari hadits ini dalam kaitannya dengan mengendalikan pikiran-pikiran (buruk) yang terlintas di benak kita, maka hendaknya kita segera memotong pikiran buruk yang terlintas dibenak sesegera mungkin saat ia datang. Kemudian segeralah pula kita berlindung kepada Allah ta'ala dari hal-hal buruk tersebut.

(bersambung insyaAllah..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar